Selasa, 07 Mei 2013

Bimbingan Konseling di Masyarakat


BIMBINGAN DAN KONSELING
DI MASYARAKAT

Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada lingkungan persekolahan. Saat ini sedang dikembangkan pula pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih luas, seperti dalam pra nikah, pernikahan, keluarga, keagamaan, lingkungan pekerjaan, lanjut usia, dan masyarakat luas lainnya, yang kesemuanya itu membawa konsekuensi tersendiri untuk kepentingan tersebut. Bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan masyarakat karena populasi yang beragam dan sejumlah tipe serta ciri problem manusia yang makin meluas.
Dengan populasi yang beragam maka ciri problem manusia pun meluas. Oleh karena itu, diperlukan konselor sebagai profesi penolong (helping profession). Konselor diharapkan dapat membantu problema-problema masyarakat saat yang makin meluas sehingga dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan potensi masyarakat mandiri. Dengan berkaca dari hal tersebut, maka diperlukan konselor dalam bidang bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga, keagamaan, lingkungan pekerjaan, serta pula untuk lanjut usia.

2.1         Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga
Pernikahan dan keluarga merupakan rentetan alur dimana sebelum memasuki area keluarga, maka adanya pasangan laki-laki dan perempuan sebagai calon mempelai laki-laki atau perempuan melakukan tahap penyesuaian diri. Tahap ini disebut tahap pra nikah. Sebelum adanya keluarga diawali dengan pra nikah, kemudian masuk pada area pernikahan baru terbentuknya keluarga kecil yang terdiri dari suami dan istri. Dalam keluarga kecil akan lahirnya anak dalam keluarga melengkapi keluarga tersebut.
Akan tetapi harapan dari pernikahan saat memasuki area keluarga tidak selalu seperti yang diharapkan. Harapan saat pernikahan dengan adanya problem saat berkeluarga dapat berdampak pada perceraian. Contohnya Indonesia yang memiliki angka perceraian dari pernikahan yang cukup mengejutkan. Menurut data pada tahun 2010 dari Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, yaitu dari 2 juta orang nikah setiap tahun se-Indonesia, maka ada 285.184 perkara yang berakhir dengan percerain per tahun se-Indonesia. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak 5 tahun terakhir. Adapun penyebab dari persoalan ini disebabkan banyak hal, mulai dari selingkuh, ketidak harmonisan, sampai karena persoalan ekonomi. Dari hal tersebut, mengindikasikan bahwa pertengkaran dan perceraian semakin meningkat.
Menurut Gibson and Mitchell (2011:178), menyatakan bahwa stress terbesar yang muncul selama proses perceraian dialami anak, dan penyesuaian semua pihak sesudahnya harus bisa terdokumentasikan dengan baik hingga mencangkup sejumlah problem seperti perasaan gagal yang sering menyertai perceraian, dan juga emosi-emosi negatif lain seperti marah, menyesal, atau depresi. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa hasil dari perceraian saat proses ataupun setelah terjadi perceraian adalah masalah-masalah yang dialami anak. Anak akan tinggal dengan salah satu orang tua kemudian menimbulkan tekanan bagi dirinya untuk menyesuiakan diri. Masalah semakin kronis jika anak pada tahap stress dan mengucilkan diri dari masyarakat dan lingkungannya.
Dari keterangan tersebut diperlukannya bimbingan dan konseling di dalam pernikahan dan keluarga dengan konselor sebagai pelaksanya agar hal-hal tersebut dapat diatasi ataupun mencegah problem-problem yang muncul dalam lingkungan pernikahan maupun keluarga. Akan tetapi, bantuan konseling yang efektif bagi keluarga dan pasangan di masyarakat yang kompleks dan penuh tantangan sehingga dirasa sulit.
Di Amerika, pusat bantuan pernikahan dan keluarga berdiri sejak tahun 1930-an. Dalam beberapa dekade belakangan terapi pernikahan dan keluarga muncul sebagai salah satu bidang konseling. Adapun Asosiation of Marriage and Family Counselors (IAMFC) merupakan bagian dari American Counseling Association  untuk mewadahi konselor untuk membantu masyarakat yang memerlukan bantuan dalam pernikahan dan keluarga.
Dari penjelasan tersebut akan ada 2 hal yang perlu dibahas yaitu bimbingan dan konseling di dalam pernikahan dan keluarga.

2.1.1   Bimbingan dan konseling pernikahan
Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 mengenai perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal bedasarkan Ketuhanan diketahui bahwa dalam perkawinan adanya ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Kedua ikatan yang harus dilaksanakan adalah ikatan lahir maupun batin yang dituntut oleh keduanya. Bila tidak ada salah satu dari keduanya, maka akan menimbukan persoalan dalam kehidupan pasangan tersebut. Persoalan-persoalan yang timbul dapat mempengaruhi hasil penikahan tersebut sehingga dapat berujung pada perceraian.
Oleh karena perlu adanya profesi penolong yaitu profesi bimbingan dan konseling. Perlunya bimbingan dan konseling dalam pernikahan disebabkan adanya latar belakang yang ada. Menurut Walgito (2004:7-9), ada beberapa hal yang melatar belakangi mengapa diperlukan bimbingan dan konseling perkawinan, yaitu:
a.              Masalah Perbedaan Individual
Masing-masing individu berbeda satu dengan yang lain. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa tiap individu akan memiliki perbedaan sifat dalam segi fisiologi maupun psikologik. Masing-masing individu memiliki perasaan yang berbeda dengan individu lain. Dengan hal tersebut dapat dikatakan bahwa masing-masing individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Ada masalah yang diselesaikan dengan cepat, lambat, ataupun tidak dapat diselesaikan. Masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri, maka perlu bantuan orang lain yaitu konselor. 
b.             Masalah Kebutuhan Individu
Tiap manusia memiliki kebutuhan tertentu, kebutuhan merupakan pendorong timbulnya tingkah laku untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu yang individu harapkan. Terkait hal diatas dapat diketahui bahwa perkawinan merupaka usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam individu tersebut.
c.              Masalah Perkembangan Individu
Indivudu merupakan makhluk yang berkembang dari masa ke masa, dimana individu mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan. Dalam perkembangan ini adakalanya individu mengalami kesulitan-kesulitan dan dengan adanya hal itu diperlukanya konseling.
d.             Masalah Latar Belakang Sosio-Kultural
Perkembangan individu menimbulkan banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, dan perubahan tersebut akan mempengaruhi individu sebagai anggota masyarakat. Sesuai perkembangan zaman dimana individu dihadapkan pada perubahan-perubahan sehingga keadaan itu menimbulkan berbagai macam tantangan dan tuntutan terhadap kebutuhan individu.
Dengan adanya bimbingan dan konseling, individu diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya. Terkait dengan sebelum pernikahan ataupun dalam pernikahan, individu dapat memahami posisi yang akan dicapai setelah pernikahan sehingga dapat menyesuiakan diri dengan problema-problema yang ada sehingga dapat mencegah problema-problema yang akan muncul.

2.1.2   Konseling keluarga
Menurut Pujosuwarno (1994:11), menyatakan bahwa keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian atau tanpa anak-anak baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Dari penjelasan ini dapat dibuat unsur-unsur didalamnya yaitu:
a.              Keluarga merupakan perserikatan hidup anta manusia yang paling dasar dan kecil.
b.             Perserikatan itu paling sedikit terdiri dari dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin.
c.              Perserikatan itu berdasar atas ikatan darah, perkawinan, dan atau adopsi.
d.             Adakalanya keluarga hanya terdiri dari seorang laki-laki saja atau perempuan saja dengan atau tanpa anak-anak.
Adapun dari keluarga akan memiliki fungsi-fungsi dalam keluarga. Keluarga akan tentram, damai dan sejahtera jika fungsi-fungsi di dalam keluarga berjalan dengan baik. Tetapi jika fungsi-fungsi di dalam keluarga tidak dapat dilaksanakan oleh anggota keluarga dengan baik, makan akan menimbulkan problema-problema di dalam keluarga. Berikut merupakan fungsi-fungsi keluarga menurut Pujaswarno (1994:13) yaitu:
a.              Fungsi pengaturan seksual
b.             Fungsi reproduksi
c.              Fungsi perlindungan dan pemeliharaan
d.             Fungsi pendidikan
e.              Fungsi sosialisasi
f.              Fungsi afeksi dan rekreasi
g.             Fungsi ekonomi
h.             Fungsi status sosial
Fungsi-fungsi didalam keluarga tersebut harus dijalankan oleh seluruh anggota keluarga agar tidak menimbulkan masalah didalam keluarga. Sesuai dengan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 BAB IV pasal 30 menyebutkan bahwa “Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susuna masyarakat”. Artinya bahwa didalam keluarga, suami dan istri memiliki suatu kewajiban yang luhur. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan oleh suami dan istri. Jika kewajiban tersebut tidak dilaksankan akan menimbulkan masalah yang dapat meluas dan bisa menimbulkan perceraian yang berdampak pada anak. Selain itu, pada pasal 31 juga adanya hak yang diperoleh dari sumai atau istri, yaitu:
a.              Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
b.             Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
c.              Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.
Dengan adanya aturan tentang perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, maka telah diatur hak dan kewajiban dari suami dan istri yang diharapkan menjadi keluarga bahagia. Keluarga yang bahagia akan meminimalkan masalah-masalah yang akan timbul. Jika dalam keluarga tidak ada kebahagiaan, maka akan menimbulkan persoalan-persoalan dari suami, istri, atau dari anak-anaknya dari tingkat ringan, sedang maupun berat yang serius dan mengganggu kehidupan manusia didalam keluarga maupun di luar keluarga. Jika problema tersebut tidak terselesaikan akan tertekan jiwanya. Jika tekanan jiwa secara terus menerus makan akan menimbulkan gangguan jiwa. Jika terus menerus terbiarkan maka akan menimbulkan sakit jika dan bukan lagi menjadi sasaran bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu, bimbingan dan konseling diperlukan yang bertugas membantu seseorang dalam mencegah datangnya problem (usaha preventive/ pencegahan), mempertahankan agar seseorang tetap pada keadaan yang telah sedemikian baik (usahapreventive/ pencegahan) dan membantu seseorang dalam menemukan dan memecahkan problema (usaha currative/ pengobatan) (Pujosuwarno, 1994:70).
Adapun problem-problem keluarga menurut Pujosuwarno (1994:72) akibat dari tidak berfungsinya keluarga yaitu Problem Seks, Problem Kesehatan, Problem Ekonomi, Problem Pendidikan, Problem Pekerjaan, Problem Hubungan Intern dan Antar Keluarga. Problema tersebut harus segera ditangani agar terselesaikan dan tidak menimbulkan dapat yang lebih luar yang berujung pada perceraian. Dengan hal tersebut, ada jenis-jenis konseling keluarga, yaitu:
a.              Diagnosis dan Konseling Keluarga oleh Ackerman
Tekanan teori ini pada kejadian yang sederhana dan kausal. Keluarga-keluarga yang mengalami masalah memahami bahwa di dalam keluarga tersebut sedang ada kekacauan. Sehingga diagnosis dan putusan dari pemecahan masalah harus ditanggapi oleh seluruh anggota keluarga.


b.             Konseling Keluarga secara bersama-sama oleh Sair
Pada teori ini, dituntut agar suami dan istri hadir pada wawancara konseling di pertemuan pertama sehingga akan diketahui kebutuhan-kebutuhan suami dan istri dalam rangka menggali infromasi tentang masalah yang sedang dialami. Dalam konseling ini, seluruh anggota keluarga harus berperan serta menyelesaikan masalah dari suami, istri dan anak-anak. Konselor harus mampu mengerti dan menerima kondisi keluarga tersebut terutama pada anak-anak.
c.              Konseling Keluarga berdasarkan Triad
Triad mengembangkan konseling keluarga berdasarkan hubungan antara 3 orang atau lebih dalam keluarganya, yaitu:
1)        Antara anak – ibu – anak
2)        Antara anak – ayah – anak
3)        Antara ayah – anak – ibu
Karena adanya pertentangan dalam keluarga melibatkan 2 orang atau lebih, maka konselor harus bisa menadi penengah.
d.             Konseling Kelompok Keluarga oleh Bell
Bell mementingkan konseling agar memfungsikan pentingnya hubungan dalam keluarga sebagai cara untuk memperkuat hubungan sebagai suatu kelompok. Peningkatan komunikasi keluarga sebagai cara yang paling baik untuk pemecahan masalah keluarga dengan beberapa ajaran sebagai berikut:
1)             Sifat yang lebih fleksibel
2)             Lebih terbuka
3)             Langsung
4)             Jelas dalam berkomunikasi
5)             Disiplin
e.              Konseling Tingkah Laku Keluarga oleh Liberman
Konseling ini menekankan pada kesepakatan antara pribadi (konselor dan anggota keluarga) untuk mengubah problema tingkah laku yang lebih sesuai. Tetapi perlu keuletan dari konselor.


f.              Konseling Dampak Ganda oleh Gregor
Konseling ini dengan melihat terlebih dahulu gangguan atau krisis yang dialami pada masa remajanya. Konseling ini melibatkan orang-orang yang ada hubungannya dengan keluarga (saudara, tetangga, teman, dll). Proses pertemuan ini dengan pertemuan antara konselor, klien, keluarganya dan orang-orang yang berkaitan kemudian diwawancara dan diskusi bersama.
g.             Campur Tangan Jaringan Sosial oleh Speck
Speck menjelaskan bahwa keterlibatan seluruh anggota keluarga yang bermasalah yang kira-kira berjumlah 40 orang. Kemudian salah satu diantara mereka dipih sebagai pemimpin jaringan sosial yang memiliki kharisma, perasaan, peka terhadap kelompok, empati, dan perasaan terhadap suasana hati kelompok. Sehingga tercipta perasaan keatuan.
Dapat simpulkan bahwa proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individu. Fokus dalam konseling keluarga adalah pada sistem keluarga yang melibatkan seluruh amggota keluarga atau yang berkaitan. Oleh karena itu, tidak peduli pada jumlah yang terlibat. Konselor keluarga cenderung mengkonsepkan pada problema bedasarkan prespektif sistem. Intervensi dalam konseling keluarga menekankan pada relasi dan komunikasi. Sehingga tercapai tujuan yang diinginkan yaitu perubahan struktur keluarga dan memodifikasi perilaku anggota keluarga sehingga menjadi pondasi kuat yang mandiri.
Adapula permasalah yang timbul yaitu pola karier ganda (suami dan istri sama-sama bekerja), pola orang tua tunggal, pengasuhan anak kepada babysister dan penitipan anak, pergaulan bebas sering disertai kekerasan, dan penyalahgunaan obatm alkohol, dan geng.
Dengan berbagai permasalahan yang timbul dalam pernikahan dan keluarga, diperlukan konselor dalam bidang bimbingan dan konseling dan dapat bersaing dengan psikolog, psikiater, pengacara, pendeta, dan pekerja sosial. Kegiatan konseling pernikahan dan keluarga dapat dilakukan dalam format tatap muka, lisan atau tertulis. Format tatapmuka dimaksudkan adanya pertemuan antara konselor dan klien. Format lisan yaitu dengan adanya pemberian layanan secara klasikal di kelurahan, RT, ataupun di sekolah dan perguruan tinggi sehingga tercapai sasaran. Secara tertulis yaitu dengan buku-buku karya konselor yang pasti berbeda dengan karya psikolog, pengacara, dan pekerja sosial yang berbeda pandangan.

2.2         Bimbingan dan Konseling Keagamaan
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Sehingga dapat diketahui bahwa agama adalah kepercayaan manusia dalam menjalani hidup sesuai dengan aturan yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dijauhi. Agama menjadi pedoman hidup manusia yang kekal. Artinya sepanjang waktu saat dirinya hidup di dunia maupun di akhirat.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, agama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Di Indonesia ini memiliki beragam suka, ras, budaya, dan agama. Salah satu ragamnya adalah agama. Agama pasti dimiliki umat manusia sebagai kepercayaan untuk menjalani hidupnya. Akan tetapi di Indonesia ini, ada penduduk yang juga tidak memiliki kepercayaan. Semua itu adalah ragam hal yang dimiliki Indonesia.
Ada 5 agama yang di sah kan oleh pemerintah Indonesia mengenai agama yang dianut. Agama yang disahkan adalah Islam, Katolik, Kristen, Budha dan Hindu. Adapula agama yang berkembang di Indonesia tetapi tidak sah yaitu konghucu dan sebagainya. Karena itu Indonesia disebut sebagai negara multicultur.
Perbedaan agama di Indonesia juga berpengaruh pada perbedaan masalah yang dialami oleh tiap manusia. Perbedaan agama juga dapat menimbulkan masalah pula. Oleh karena itu perlu adanya konselor sebagai profesi untuk membantu individu/ masyarakat mengembangkan potensi dan memandirikanny. Dengan keanekaragaman agama membuat konseling juga memiliki ragam. Ragam konseling dalam keagamaan yaitu:

2.2.1   Konseling Islami
Islam memandang bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan sebagai khalifah di muka  bumi untuk mengabdi kepada-Nya. Dari hal tersebut dapat dirumuskan bahwa tujuan dari bimbingan dan konseling Islami adalah untuk meningkatkan dan menumbuhkan kesadaran manusia tentang eksistensinya sebagai makhluk dan khalifah Allah swt di muka bumi ini, sehingga setiap aktifitas dan tingkah lakunya tidak keluar dari tujuan hidupnya, yakni menyembah atau mengabdi kepada Allah swt.
Secara kodrati, manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk religius yang memiliki keeksistensiannya dan hidup secara bersama-sama. Oleh karena itu, dengan bimbingan dan konseling daimaksudkan agar manusia mampu memahami potensi-potensi insaniahnya, dimensi-dimensi kemanusiaanya, termasuk memahami berbagai persoalan hidup dan mencari alternati pemecahannya. Dengan pemahaman ajaran-ajaran Islam, secara preventif dapat mencegah manusia dari berbagai bentuk perbuatan negatif yang dapat merugikanya dirinya maupun orang lain.
Di era globalisasi ini, ditemukan banyak individu yang terbuai dengan urusan dunia sehingga melahirkan sikap individualistik dan sifat-sifat negatif semacamnya. Sikap dan perilaku yang demikian telah menyimpang dari perkembangan fitrah manusia yang telah Allah berikan. Bahkan hal tersebut dapat menjauhkan hubungan manusia sebagai hamba kepada Tuhannya meskipun hubungan sesama manusia tetap berjalan dengan baik. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan kekurang perhatian pendidikan dan bimbingan yang diberikan sebelumnya terhadap hal tersebut.
Dari penjelasan diatas bahwa konseling Islami adalah suatu usaha membantu individu dalam menanggulangi penyimpangan perkembangan fitrah beragama yang dimilikinya, sehingga ia kembali menyadari peranannya sebagai khalifah dibumi dan berfungsi untuk menyembah kepada Allah swt., sehingga akhirnya tercipta kembali hubungan baik dengan Allah, manusia dan alam semesta.
Tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami oleh manusia, ternyata menimbulkan suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan hanya menimbulkan perasaan hampa. Akhir-akhir ini sedang berkembang kecenderuangan manusia untuk menata kehidupan yang berlandaskan pada nilai-nilai spiritual. Keadaan ini telah mendorong perkembangan bimbingan dan konseling yang berlandaskan nilai spiritual dan religi. 
Dalam agama, terutama agama Islam, menempatkan manusia pada kedudukan yang mulia. Manusia diberi jabatan oleh Allah sebagai khliafah di muka bumi dengan keistemewaan-keistemewaan yang telah dibawanya sejak lahir (fitrah). Dan fitrah tersebut tidak akan berkembang dengan tanpa adanya bimbingan dan pengajaran. Dengan perjalanan perkembangan fitrah manusia, akan menghadapi berbagai permasalaah. Dengan pendekatan agama, konselor akan dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh klien. Karena agama mengatur segala aspek kehidupan manusia untuk mewujudkan rasa tentram, damai dalam batin manusia dalam menuju kebahagiaan yang hakiki.
Pendekatan Islami dalam bimbingan dan konseling dapat diakaitkan dengan aspek-aspek psikologis yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan dan lain-lain yang berkaitan dengan klien dan konselor. Bagi pribadi muslim yang berlandaskan tauhid, merupakan pribadi yang bekerja keras untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, yang mana baginya merupakan suatu ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan dan konseling, pribadi muslim berprinsip pada hal-hal sebagaimana yang disampaikan oleh Nelly Nurmelly dalam papernya peran agama dalam bimbingan konseling berikut ini:
a.              Selalu memiliki prinsip landasan dan prinsip dasar yaitu hanya beriman kepada Allah swt.
b.             Memiliki prinsip kepercayaan, yakni beriman kepada malaikat.
c.              Memiliki prinsip kepemimpinan,  yakni beriman kepada Nabi dan Rosul-Nya.
d.             Selalu memiliki prinsip pembelajaran, yakni berprinsip pada Al-Quran.
e.              Memiliki prinsip masa depan, yakni beriman kepada hari akhir.
f.              Memiliki prinsip keteraturan, yakni beriman kepada ketentuan Allah.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, agama telah mengatur berbagai aspek kehidupan manusia untuk mewujudkan rasa damai dan tentram bagi jiwa manusia dalam menuju kebahagiaan yang hakiki. Peranan agama Islam dalam menghadapi kesehatan mental manusia adalah sebagaimana berikut:
a.              Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada di dalamnya merupakan obat bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam jiwa manusia.
b.             Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan  dan mengatasi kesulitan.
c.              Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan keimanan kepada allah dalam jiwa seorang mukmin.
d.             Bagi seorang mukmin, ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi dengan keimanannyakepada Allah yang akan membekali harapan akan pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.
Teori-teori konseling dalam Islam adalah landasan yang benar dalam melaksanakan proses bimbingan dan konseling agar dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif bagi klien mengenai cara dan paradigma berfikir, cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Konseling merupakan aktifitas untuk menciptakan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, ada perlunya dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan teknik-teknik  yang memadai. Berikut ini adalah beberapa teknik konseling sebagaimana yang telah disampaikan oleh Hamdani Bakari (2002), yakni:
a.              Teknik yang bersifat lahir
Teknik yang bersifat lahir ini menggunakan alat yang dapat di lihat, di dengar atau dirasakan oleh klien (anak didik) yaitu dengan menggunakan tangan atau lisan antara lain:
b.             Teknik yang Bersifat Batin
Teknik yng hanya dilakukan dalam hati dengan do'a dan harapan namun tidak usaha dan upaya yang keras secara konkrit, seperti dengan menggunakan potensi tangan dan lisan. Oleh karena itulah Rosululloh bersabda "bahwa melakukan perbuatan dan perubahan dalam hati saja merupakan selemah-lemahnya iman".
Teknik konseling yang ideal adalah dengan kekuatan, keinginan dan usaha yang keras dan sungguh-sungguh dan diwujudkan dengan nyata melalui perbuatan, baik dengan tangan, maupun sikap yang lain. Tujuan utamanya adalah membimbing dan mengantarkan individu (anak didik) kepada perbaikan dan perkembangan eksistensi diri dan kehidupannya baik dengan Tuhannya, diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.

2.2.2   Konseling Pastoral
Pastoral Konseling adalah suatu interpersonal relationship, suatu dialog (dan bukan monolog) yang terjadi antara pendeta dan konselinya, yang bisa melibatkan, seluruh aspekkehidupan mereka masing-masing. Sebagai konselor, pendeta tidak hadir sebagai pengkotbah di atas mimbar di dalam gereja pada konselinya tetapi juga berhadapan muka dengan konselinya sebagai dua pribadi yang utuh, yang masing- masing punya hak (dan kebebasan) untuk mengekspresikan dirinya.
Peran seorang konselor sebagai seorang hamba Tuhan membawakan peran sebagai imam. Konselor menyadari bahwa satu-satunya kemungkinan adanya percakapan konseling itu pada suasana yang ideal (condusive atmosphere) adalah jika konseli betul-betul merasa diperlakukan sebagai satu subyek, pribadi yang utuh yang persoalannya, perasaannya, cara berpikirnya bahkan segala sesuatu yang ada padanya mempunyai nilai untuk dihargai. Adapula sikap merugikan dari pihak konseli. Dalam hubungan interpersonal relationship, konselor mesti menyadari adanya berbagai kemungkinan yang merugikan, ditimbulkan oleh sikap konseli terhadap konselornya. Dalam hubungan "transference" (pemindahan perasaan) dalam setiap interpersonal relationship (hubungan timbal balik) antara dua pribadi. Kemudian dorongan yang merugikan dari dalam diri konselor sendiri. Dalam interpersonal relationship itu, konselor sendiri mesti waspada terhadap dorongan dan rangsangan, yang sering kali timbul justru dari dalam dirinya sendiri, yang bisa menjadi penyebab kegagalan pelayanan konselingnya yaitu kebutuhan untuk melakukan counter-transference.
Yang patut mendapat perhatian ialah, ternyata kebutuhan yang merugikan ini sering kali bukan hanya sekedar ekspresi dari kebutuhan manusiawi pada umumnya (kebutuhan akan pujian dan penghargaan), tetapi kebutuhan tidak sehat dari kepribadian yang sakit yang sering kali disebut dengan istilah 'narcissism'.
Di Amerika terdapat bagian dalam American Counseling Association terdapat bagian-bagiannya. Salah satunya American Association of Pastoral Counseling (AAPC)yang sebagai naungan bagi konselor yang beragama kristen dan katolik dalam membantu klien atau masyarakat yang beragama kristen atau katolik yang mengalami masalah. Para konselor akan disertivikasi dan akreditasi program-program pelatihan untuk para konselor.
Dalam konseling pastoral juga menangani masalah-masalah yang dialami seseorang atau masyarakat. Konseling pastoral di Amerika sering dilakukan di tempat ibadah (gereja). Rumah ibadah menawarkan konseling untuk problem-problem keluarga, pernikahan, pasangan, anak muda, perawatan anak, dan manula (Gibson and Mitchell, 2011:180).
2.2.3        Bimbingan dan konseling dalam Agama Hindu
2.2.4        Bimbingan dan konseling dalam Agama Budha

2.3         Bimbingan dan Konseling di Lingkungan Pekerjaan
Tenaga konselor dalam konseling pekerjaan di Amerika dimulai pada tahun 1960-an. Konselor pekerjaan menemban kewajiban konseling yang memenuhi standar minimum klasifikasi konselor pekerjaan. Konselor pekerjaan dipersyaratkan untuk memiliki kemampuan dalam memberikan tes kerja dan menginterpretasikan hasilnya didalam sistem kompensasi untuk mereka yang masih belum bekerja.
Fokus dari konselor pekerjaan adalah penempatan yang benar klien bekerja. Konselor diharapkan dalam prosesnya melakukan konselingproblem pribadi dan membantu mereka mengembangkan sikap, keterampilan, dan kemampuan yang tepat yang akan membantu mereka lulus wawancara kerja. Dengan demikian para konselor terlibat dalam pengumpulan data dari klien dalam pemberian dan penginterpretasikan tes-tes standar.
Konselor bernaung dalam wadah American Counseling Association dalam divisi Asosiasi Konseling Pekerjaan Nasional sebagai organisasi profesional. Adapun konselor pekerjaan harus memenuhi kualifikasi peran dan fungsi konselor pekerjaan. Sehingga dari semua itu akan memiliki Kompetensi Konseling Pekerjaan Nasional (Gibson dan Mitchel, 2011:172-174 dalam National Employment Counseling Association (2001)) sebagai berikut:
1.             Keterampilan Konseling
2.             Keterampilan Asesmen Individu dan Kelompok
3.             Konseling Kelompok
4.             Pengembangan dan Penggunaan Informasi Terkai Pekerjaan
5.             Keterampilan Terkai komputer
6.             Pengembangan Rencana Pekerjaan, Pengimplementasian, dan Manajemen Kasus
7.             Keterampilan Penempatan
8.             Keterampilan Menjalin Hubungan dengan Komunitas
9.             Manajemen Muatan-Kerja dan Keterampilan Hubungan Intra-Lembaga
10.         Keterampilan Pengembangan Profesi
11.         Isu-isu Etnis dan Hukum

2.4         Bimbingan dan Konseling untuk Lanjut Usia
Menurut Hurlock (1980:380), menyatakan bahwa usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode  di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Artinya bahwa pada masa usia lanjut, seseorang sering melihat ke masa lalunya dan menikmati hidup di masa sekarang tanpa melihat hidup di masa depan. Seseorang cenderung pasrah untuk masa depan karena berpikir sudah mengalami penurunan dalam hal fisik dan menikmati hari demi hari.
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 telah bertambah menjadi 241 juta jiwa lebih. Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih per tahun dengan usia di atas 60 tahun dan di bawah garis kemiskinan.
Pada lanjut usia di usia 60 tahun ke atas terdapat beberapa masalah yang dialami. Masalah paling utama yang sering muncul adalah menurunnya fungsi tubuh. Penurunan fungsi tubuh meliputi penglihatan, daya ingat, seksual, dan kelenturan. Masalah yang berikutnya yaitu mengenai kesehatan seseorang. Kesehatan pada usia lanjut adalah hal yang vital karena mempengaruhi psikologis dari diri mereka sehingga menimbulkan masalah psikologis pula. Kemudian masalah yang timbul dari lingkungan adalah hal yang perlu diperhatikan. Ketakutan pada usia lanjuta adalah jika dikucilkan oleh lingkungan karena usia mereka yang sudah tidak produktif lagi.
Pekerjaan adalah identitas terkuat untuk banyak orang saat usia masih produktif. Pekerjaan juga menjadi pondasi yang kuat untuk membuat visi dan misi dalam hidupnya. Ketika memasuki usia pensiun, maka bukan hanya jadi diri seperti hilang, tetapi arah hidup dan relasi sosial juga menguap (terasa hilang).
Dari semua masalah tersebut ada masalah yang paling pokok yaitu kesepian. Saat usia muda sering disibukkan dengan rutinitas kerja kemudian pada masa lanjut usia mereka menganggap bahwa hidup terasa hambar karena kurang produktif. Sehingga kesepeian adalah problem utama yang dihadapi banyak lansia, dan dari situ rasa kesepian menguatkan perasaan negatif lainnya seperti tidak berharga, tidak berdaya, frustasi, tidak bermakna, dan sebagainya. Dan problem krisis usia senja ini makin diperburuk jika mereka mengalami nasib kehilangan orang-orang dikasihi seperti istri/ suami yang meninggal, anak yang meninggal atau sibuk dengan hidup diluar kota, teman-teman, tetangga, dan kerabat yang lainnya (Gibson and Mitchell, 2011:181).
Pada masa usia lanjut ini, mereka tidak ingin diabaikan. Mereka sering  menuntut pada pemerintah, masyarakat atau konselor terhadap kebutuhannya. Tuntutan kebutuhan mereka seperti pelayanan bagi usia mereka yang sering terabaikan dengan layanan lain.
Oleh karena itu, bimbingan dan konseling adalah salah satu sosok tepat bagi usia lanjut. Layanan-layanan bimbingan dan konseling dengan pendekatan-pendekatan yang tepat dapat membantu para lanjut usia untuk memperoleh tujuan hidup mereka yang membuat mereka mandiri. Karena sering terjadi masalah seperti stres, depresi, dan alkoholisme adalah simtom umum yang dihadapi oleh para konselor gerontologi, dan untuk menanganinya, mereka harus menggali akar problem dan menyembuhkan hatinya (Gibson and Mitchell, 2011:181).
Pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia adalah proses penyuluhan sosial, bimbingan, konseling, bantuan, santunan dan perawatan yang dilakukan secara terarah, terencana dan berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial lanjut usia atas dasar pendekatan pekerjaan sosial. Bimbingan dan konseling dalam usia lanjut adalah pekerjaan sosial. Pekerjaan sosial ini bisa dilakukan di panti jompo ataupun penyuluhan di masyarakat seperti kelurahan atau tingkat RT dan RW.
Salah satu bentuk pendekatan dalam bimbingan dan konseling pada usia lanjut usia yaitu pendekatan spiritual. Pendekatan ini cocok pada usia lanjut usia agar mereka lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Tujuan dari itu agar mereka dapat memaknai hidup secara lebih baik dan tidak berpikiran negatif tentang diri mereka serta mencari ampunan atau ridho bagi Tuhan.
Dalam bimbingan dan konseling lanjut usia memiliki sifat pelayanan. Sifat pelayanan bimbingan dan konseling baik secara preventif, kuratif dan rehabilitatif.
1.             Prefentif atau pencegahan, Pelayanan bimbingan dan konseling yang diarahkan untuk pencegahan timbulnya masalah baru dan meluasnya permasalahan lanjut usia, maka dilakukan melalui upaya pemberdayaan keluarga, kesatuan kelompok–kelompok didalam masyarakat dan lembaga atau organisasi yang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan lanjut usia, seperti keluarga terdekat, kelompok pengajian, kelompok arisan karang werdha, dan panti.
2.             Kuratif atau penyembuhan, Pelayanan sosial lanjut usia yang diarahkan untuk penyembuhan atas gangguan-gangguan yang dialami lanjut usia, baik secara fisik, psikis maupun sosial.
3.             Rehabilitatif atau pemulian kembali, Proses pemulihan kembali fungsi-fungsi sosial setelah individu mengalami berbagai gangguan dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.
Prinsip kesejahteraan bimbingan dan konseling juga mengacu pada prinsip kesejahteraan sosial lanjut usia didasarkan pada resolusi PBB NO. 46/1991 tentang principles for Older Person ( Prinsip-prinsip bagi lanjut usia) yang pada dasarnya berisi himbauan tentang hak dan kewajiban lanjut usia yang meliputi kemandirian, partisipasi, pelayanan, pemenuhan diri dan martabat yaitu :
1.             Memberikan pelayanan yang menjujung tinggi harkat dan martabat lanjut usia.
2.             Melaksanakan, mewujutkan hak azasi lanjut usia.
3.             Memperoleh hak menentukan pilihan bagi dirinya sendiri.
4.             Pelayanan didasarkan pada kebutuhan yang sesungguhnya.
5.             Mengupayakan kehidupan lanjut usia lebih bermakna bagi diri, keluarga dan masyarakat.
6.             Menjamin terlaksananya pelayanan bagi lanjut usia yang disesuaikan dengan perkembangan pelayanan lanjut usia secara terus menerus serta meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak.
7.             Memasyarakatkan informasi tentang aksesbilitas bagi lanjut usia agar dapat memperoleh kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana serta perlindungan sosial dan hukum.
8.             Mengupayakan lanjut usia memperoleh kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana dalam kehidupan keluarga,serta perlindungan sosial dan hokum.
9.             Memberikan kesempatan kepada lanjut usia untuk menggunakan sarana pendidikan ,budaya spriritual dan rekreasi yang tersedia di masyarakat.
10.         Memberikan kesempatan bekerja kepada lanjut usia sesuai dengan minat dan kemampuan.
11.         Memberdayakan lembaga kesejahteraan sosial dalam masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam penanganan lanjut usia dilingkungannya.
12.         Kusus untuk panti, menciptakan suasana kehidupan yang bersifat kekeluargaan.

2.5         Implikasi Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Tidak disangkal lagi bahwa setiap lapangan kehidupan dan kegiatan manusia memerlukan bimbingan. Termasuk dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan bermasyarakat. Oleh karena itu, layanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan tidak hanya dalam dunia pendidikan, tapi juga di masyarakat. Dengan adanya layanan bimbingan dan konseling, dapat membantu masyarakat untuk menemukan jalan keluar dalam masalahnya dan juga mengenali dan mengembangkan potensi dalam diri. Sehingga hal ini sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Sesuai dengan esensi Bimbingan dan Konseling dimana Esensi bimbingan dan konseling adalah memandirikan individu, kemandirian adalah tujuan bimbingan dan konseling. Perkembangan kemandirian  terarah kepada penemuan makna diri dan dunia, dan pemaknaan itu akan beragam sesuai dengan persepsi manusia akan diri dan dunianya. Proses memaknai adalah proses selektif, ditentukan melalui proses memilih, dank arena itu bangun kehidupan dalam setiap manusia akan berbeda-beda (Kartadinata, 2007).
Bimbinagan dan konseling di indenesia masih dititik beratkan di dalam pendidikan dan belum bisa menyebar luas di kalangan masyarakat umum, namun bimbingan dan konseling dalam masyarakat sudah mulai berkembang meskipun. Dimana di masyarakat sudah mulai berkembang konseling religious. Untuk kalangan masyarakat muslim dikenal dengan konseling islami dan pemeluk agama Kristen dengan konseling pastoral.
Perkembangan masyarakat aka berjalan dengan baik bila diimbangi oleh perkembangan pribadi yang baik pula dan dengan adanya bimbingan konseling di masyarakat maka memungkinkan terbentuknya pribadi yang bisa berkembang dengan baik.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di amerika berbeda jauh dimana di setiap jenjang bidang layanan mendapat payung hokum yang kaut, tetapi di Indonesia hanya masih beberapa asosiasi yang memayungi bimbingan konseling dan yang menjadi induk payung hokum bimbingan dan konseling di Indonesia adalah ABKIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar